TRADISI UNIK BUDAYA
BALI
· Omed-omedan ; hanya ada di desa Sesetan, Denpasar Selatan.
Digelar sehari setelah hari raya Nyepi, sekitar jam 2 siang. Dimana 2 kelompok
muda-mudi (yang belum menikah) berhadap-hadapan dan tarik menarik (bali:med-medan)
kemudian saling cium antara pemuda dan pemudi satu dengan yang lainnya dengan
guyuran air, disaksikan oleh semua warga. Terlihat begitu vulgar, tapi itulah
uniknya sempat tidak dilaksanakan namun pertanda buruk datang. Menjadi atraksi
wisata menarik dan pantas anda abadikan.
· Mekare-kare ; sebuah tradisi perang pandan berduri di desa
Tenganan, kabupaten Karangasem, peserta banyak yang sampai berdarah kena duri
pandan, tradisi ini dirayakan pada sasih ke-5 kalender Hindu atau sekitar bulan
September, dengan tujuan sebagai sebuah penghormatan kepada dewa Indera yang
memimpin pasukan perang untuk mengalahkan Raja lalim yang pernah merajai Bali,
yaitu Raja Mayadenawa.
· Mekotek ; Desa Mungu, Mengwi, Kab. Badung tempat dirayakan
Mekotek, pas saat Hari Raya Kuningan. Tradisi ini muncul awalnya dari
penyambutan pasukan kerajaan Mengwi atas kemenangan mengalahkan pasukan
kerajaan Blambangan, penyambutan oleh rakyat ini yang dulunya menggunakan
tombak, sekarang diubah menggunakan tongkat kayu, sehingga kalau diadu
terdengar sura "tek" yang berulang-ulang. Pernah ditiadakan karena
dilarang pada jaman kolonial Belanda, tapi terjadi musibah. Desa Munggu sendiri
berdekatan dengan objek wisata Tanah Lot, Kuta dan Taman Ayun.
· Gebug Ende ; Desa Seraya, Kabupaten Karangasem menggelar
adu ketangkasan oleh para kaum pria, mereka saling memukul antara satu dengan
yang lainnya, dengan menggunakan sebatang tongkat dari rotan, kalau kurang
cekatan berbahaya juga. Diiringi dengan gamelan Bali yang memacu semangat,
tradisi ini merupakan perpaduan unsur seni penarinya dan juga yang terpenting
adalah ketangkasannya. Digelar dengan tujuan memohon turunnya hujan pada saat
musim kemarau. Saat-saat tertentu digelar untuk tontonan wisata. Desa Seraya
berdekatan dengan Taman Ujung sebuah tempat tujuan tour favorit Bali Timur.
· Ngerebong ; Pura Pangrebongan, Desa Kesiman, Denpasar
tempat tradisi ini digelar disebut juga Ngurek, karena saat para peserta trance
(kesurupan) mereka menancapkan keris (ngurek) ke bagian tubuhnya sendiri tanpa
terluka. Tiap 6 bulan sekali, tepatnya 8 hari setelah hari raya Kuningan.
Ngerebong artinya berkumpul, karena pada saat tersebutlah para dewa berkumpul.
Dengan kerasukan roh-roh dari Dewa ada yang menari, berteriak, menangis dan
menusukkan keris ke tubuhnya dan tanpa terluka.
· Pemakaman di Trunyan ; pemakaman yang tidak lazim seperti
pemakaman lainnya di Bali, tubuh orang meninggal dibiarkan dibawah pohon menyan
dengan dikelilingi dengan ancak saji (pagar pelindung) tanpa dikubur, uniknya
tubuh orang meninggal tersebut tidak menimbulkan bau busuk. Hal ini juga
menjadikannya tempat tujuan wisata dan menjadi tujuan tour unik. Desa Trunyan
bagian wilayah Kecamatan Kintamani, seberang danau Batur.
· Ngaben ; sebuah prosesi supacara pemakaman mayat
masyarakat Hindu Bali, kemudian dilanjutkan dengan proses kremasi atau
pembakaran jenazah, bisa dilakukan setelah orang tersebut meninggal ataupun
dikubur lebih dulu sambil mencari waktu baik. Rangkaian upacara dalam tradisi ini
bertujuan untuk menyucikan roh orang yang sudah meninggal untuk menuju ke
tempat peristirahatannya yang terakhir.
· Mesabatan endut : Dalam arti katanya Mesabatan artinya
melempar dan Endut berarti lumpur. Lumpur tersebut dicampur dari kotoran
kerbau, didapat dari hewan kerbau yang dilepaskan, desa Tenganan, Karangasem,
Bali tempat prosesi ini berlangsung. Saat prosesi berlangsung lumpur akan
dilemparkan oleh 8 pemuda pengawin kepada 6 gadis. Tradisi ini berlangsung
dengan tujuan, mendidik para gadis desa untuk bisa menjadi penyabar, tidak
jijik atau gengsi yang akan perkerjaan yang dilakoni dikemudian hari.
· Makepung ; balapan/ pacuan kerbau di Jembrana, rutin
diselenggarakan sekali setiap tahunnya saat panen raya tiba. Pacuan
kerbau, sepasang hewan ini dipacu dan ditunggangi oleh seorang sais atau joki,
melecut hewan pacuannya untuk bisa meraih kemenangan. Dalam pertarungan ini
memang dibutuhkan nyali besar, karena resikonya tinggi bagaimana kepiawaian
seorang joki melecut hewan pacuannya serta menjaga keseimbangan agar tidak
terhempas. Sebuah hiburan wisata saat perjalan tour ke Bali Barat.
· Sapi Gerumbungan ; di selenggarakandi lapangan desa
Kaliasem, Lovina, Kab. Buleleng sebuah pertunjukan seni pada awalnya dilakukan
oleh para petani setelah membajak garapan mereka untuk mengisi waktu, karena
banyak petani yang tertarik, pemerintah setempat menetapkan menjadi event
tahunan tetap sampai sekarang menjadi sebuah tradisi unik yang diwariskan.
Dalam pacuan ini sepasang leher sapi dihubungkan dengan kayu yang dinamakan
"uga", ditengah-tengah uga tersebut terbentang kayu tempat si joki
berdir.
· Mbed-mbedan ; tradisi ini hanya bisa kita temukan di desa
adat Semate, Kelurahan Abianbase, Kec. Mengwi, Kab, Badung - Bali. Pertama kali
diselenggarakan padai tahun saka 1396 atau pada 1474 masehi dan terhenti dalam
jangka waktu lama. Diselenggarakan lagi pada tahun 2011. Prosesi ini diikuti
oleh semua warga, seperti sebuah permainan lomba tarik tambang,tidak
menggunakan media tali tapi bun kalot sebuah jenis batang tumbuhan menjalar,
tumbuh pada kawasan setra Desa Semate. Desa ini berdekatan dengan kawasan objek
wisata Kuta dan bandara, sehingga mudah dijangkau.
· Megibung ; sekarang ini masih lumrah bisa ditemukan di
Kabupaten Karangasem. Makan bersama dalam satu tempayan besar, peserta duduk
melingkar antara 5-7 orang, kemudian disantap bersama-sama menggunakan tangan,
diharapkan menumbuhkan kebersamaan hubungan yang lebih erat dengan keluarga,
kerabat ataupun warga sekitar.
· Janger Maborbor ; sebuah ritual sakral yang sarat dengan
suasana magis, tarian memadukan unsur gerak dan nyanyian, ditarikan oleh 5-10
pasang penari yang belum dewasa. Ritual ini dipimpin oleh seorang pemangku,
pada saatnya tiba dan berada dipuncak prosesi, penari janger ini
menginjak-injak tumpukan bara api, jangankan luka bakar, sehelai benangpun dari
pakaian mereka tidak terbakar. Tarian tolak bala ini bisa kita temukan di
desa Yangapi, Tembuku, Bangli - Bali.
· Terteran ; tradisi perang api di Jasri ini berlangsung dua
kali dalam setahun, bertepatanag dengan hari raya pengrupukan sehari sebelum
Nyepi. Prosesi ini dalam rentetan upacara yadnya, 2 kelompok pemuda saling
serang dengan melempar seikat obor dari daun kelapa, tujuan ritual ini
untuk melebur kejahatan dan malapetaka.
· Lukat Geni ; populer juga dengan perang api, dirayakan
oleh warga Puri Satria Kawan, Paksebali, Kec. Dawan, Kab. Klungkung, disaat
malam pengrupukan sekali dalam setahun. ritual ini bertujuan untuk melepaskan
ataupun mengurangi kekotoran dengan sarana api, sehingga bisa menetralisir
kekuatan negatif dari alam dan menghilangkan sifat buruk
· Pawai Ogoh-ogoh ; Pawai ini dilaksanakan dimalam
pengrupukan, sehari sebelum Nyepi, ogoh-ogoh merupakan simbol dari Bhuta Kala
yang memiliki kekuatan negatif, diarak ke sekeliling desa dengan tujuan
mengusir kekuatan-kekuatan negatif, kemudian dibakar. Sehingga sat pelaksanaan
catur brata penyepian tidak ada gangguan kekuatan jahat. Kalau pada saat itu
anda melakukan perjalanan wisata tour keliling Bali, usahakan sebelum sore hari
sudah tiba di hotel, karena banyak ruas jalan yang tutup.
· Perang Ketupat : Sebuah tradisi unik dilaksanakan dalam
rangka upacara Aci Rah Pengangon digelar desa Kapal. Warga dibagi menjadi 2
kelompok saling berhadapan saling lempar menggunakan ketupat dari beras.
Walaupun hanya berlangsung sekali dalam setahun, bisa saja secara tidak sengaja
anda bisa menyaksikan dalam perjalanan tour karena pada jalur wisata Kuta -
Bedugul
· Ngerebeg : tradisi ini hanya digelar saat piodalan Pura
Dalem Kahyangan Kedaton yang letaknya di objek wisata Alas Kedaton, menjelang
akhir piodalan saat sore hari sebelum senja tiba, suara kentongan bertalu-talu
dan sorak membahana oleh warga desa kukuh yang berkumpul pada halaman pura,
mereka membawa lelontek, tomabak dan juga ranting pohon, setelah diperciki air
suci, mereka melesat mengelilingi pura.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar